JellyPages.com

Sabtu, 28 September 2013

Cerpen : Rahasia Yessi

 
RAHASIA YESSI  
by : Nur Aini Janah 

          Bruk! Suara tumpukan buku yang sengaja dijatuhkan ke lantai. Begitu jelas, dari meja administrasi perpustakaan yang jaraknya 10 meter itu. Ku hampiri tempat itu, benar saja di lantai sudah ada satu tumpuk buku pelajaran kelas satu tergelatak di lantai dengan rapi, tidak berantakan.
      “Siapa yang meletakkan buku ini di sini?” Ku hamburkan pandanganku ke seluruh ruangan, sepi. Tak satupun orang yang aku temui selain aku di ruangan ini. Seketika bulu kuduku merinding, segera kuhapuskan bayangan-bayangan aneh dipikiranku.”Sadar Ai, ini siang hari.” Tegurku pada diriku sendiri. Kuletakkan kembali buku-buku itu ke rak buku. Aku kembali ke mejaku,
### 
       Teeet! Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Semua siswa berhambur ke luar kelas. Ku pandangi mereka dari depan pintu perpustakaan. Aku teringat masa-masa sekolahku dulu. Yang ditunggu ketika sekolah adalah bel pulang sekolah. Tugasku hari ini sudah selesai, hampir semua siswa sudah tidak di sekolah, hanya terlihat beberapa anak yang mengikuti ekstrakulikuler. Ku rapikan segala arsip perpustakaan, kemudian aku keliling perpustakaan merapikan buku-buku yang tergeletak di meja baca. “Dasar anak-anak, habis baca tak pernah dikembalikkan ke tempatnya, nambah-nambahin tugasku saja” keluhku.
         Setelah ku rasa semua pekerjaan ku sudah rapi, aku bergegas meninggalkan perpustakaan dan mengunci pintunya. Aku cek sekali lagi melalui jendela. Tapi mataku menangkap seorang siswi yang sedang membaca buku di meja baca paling pojok ruangan. “Astaga, kok masih ada orang, kenapa aku tidak melihat anak ini?” Kembali kubuka ruang perpustakaan untuk melihat siswi itu. “Kenapa kau masih di sini, siapa namamu?” tegurku pada siswi itu.
          “Saya Yessi. Kenapa kau tutup pintunya?”
           “Maaf, saya kira sudah tidak ada orang, kenapa kau tidak segera pulang? Lihat sekolah sudah sepi.” Siswi itu tak menjawab ataupun segera meninggalkan ruangan, namun ia meneruskan membaca buku yang di tangannya. Aku mendengus kesal, dan kembali ke meja kerjaku.
 ###
           Masih sangat pagi, sekolah pun belum ramai. Demi mendapat uang transport aku rela datang sebelum jam enam pagi. Sebelum ke perpustakaan di lantai dua, aku sengaja berjalan menyusuri koridor lantai satu yang berujung sebuah ruangan yang tekunci dan tampak tak terawat. Ruangannya cukup besar, aku amati ruangan itu dari balik jendela, samar debu di kaca begitu tebal aku hanya mampu melihat deretan rak buku dan beberapa meja. Aku balik arah meninggalkan tempat itu. Sebelum aku melangkahkan kakiku, aku mendengar suara seseorang yang menjerit minta tolong. Ku fokuskan kembali pendengaranku, lama suara itu tak ada. “Ah, mungkin aku salah mendengar.” Gumamku.
       “Tolong!” Sebelum aku melangkah lagi, suara itu muncul. Kini lebih jelas dan berasal dari ruangan kosong itu. Aku melihat ke dalam ruangan melalui jendela, Samar. Aku seperti melihat seorang siswi, tergeletak di sana. Siswi itu memegang dadanya, seperti menahan sakit. Tiba-tiba siswi itu menatapku, dengan pandangan mengiba.”Tolong!” ucapnya.
           Aku panik, entah apa yang harus kulakukan. Dengan isyarat tangan aku meminta siswi itu untuk menunggu sebentar. Aku berlari menuju pos satpam untuk memintak bantuan.
            “Pak Kurdi, tolong pak! Ada siswa yang terkunci di ruangan ujung sana!” mintaku pada pak Kurdi, sebagai satpam di sekolah ini.
               “Siapa bu?” Tanya pak Kurdi.
            “Saya tidak tahu pak, aku tak begitu jelas melihat wajah anak itu. Tapi anak itu butuh bantuan pak.”
             “Baik bu!” Pak Kurdi mengikuti dari belakang ke arah ruangan kosong itu. Pak Kurdi memastikan ucapanku. Ia melihat ruangan itu dari balik jendela. “Kenapa tidak langsung dibuka pak? Bapak tidak lihat anak itu seperti menahan sakit!” seruku pada Pak Kurdi.
              Pak Kurdi memalingkan wajahnya ke arahku. Ia mengerutkan dahinya. “Ibu serius, di dalam ada seorang siswi?” Aku mengiyakan dengan anggukan kepala. “Maaf bu, tapi saya tak melihat siapa pun di ruangan ini.” Ucapnya.
              Aku tak percaya ucapannya, aku masih meyakini apa yang kulihat tadi. Ku buktikan keyakinanku itu, aku kembali melihat ke dalam ruangan. Benar saja tak ada orang di sana.
             “Mungkin ibu salah lihat, atau mungkin ibu masih ngantuk.” Canda pak Kurdi. “Ah, mungkin saja pak.” Aku tersenyum kecut. Aku dan pak Kurdi bersama-sama meninggalkan ruangan itu.
 ###
               “Pagi bu.” Sapa seorang siswa sesampainya ku di depan perpustakaan.
              “Pagi Dion. Kau sudah dari tadi menungguku.”
              “Tidak, aku bukan menunggu ibu. Aku menunggu perpustakaan ini dibuka.”
              “Dasar kau ini!” Aku segera membuka pintu perpustakaan. Sebelum tugasku membuka pintu perpusatakaan di ambil alih oleh Dion si kutu buku ini.
               Aku merapikan semua keperluan perpustakaan, dari buku pengunjung hingga buku pinjaman buku. Aku siapkan di atas mejaku, agar siswa yang mengunjungi perpusatakaan dan ingin meminjam buku mudah untuk regristrasi. Aku melihat Dion, sedang membaca buku di meja baca yang tak jauh dari mejaku. Seketika aku teringat sesuatu.
                 “ Hmm, Dion. Apa kau tau ruangan apa di ujung lorong koridor lantai satu?” tanyaku pada Dion.
                “Ruangan itu bekas perpustakaan, bu.” Ucap Dion tanpa berpaling dari buku bacaannya.  
                “Kamu tau, kenapa perpustakaannya dipindahkan. Dan perpustakaan lama itu dibiarkan begitu saja, tidak dialih fungsikan?”
                 “Aku tidak tau pasti bu. Yang ku tau, pustakawan yang menjaga perpustakaan di bawah itu meninggal. Sedangkan kuncinya dibawa oleh pustakawan itu. Tidak ada yang tau kunci itu berada, bahkan kunci cadangan yang biasa ada di ruangan tata usaha tidak ada.”
                “Kenapa tidak diperbaiki dan diganti kuncinya? Oh iya, kau tau penyebab pustakawan itu meninggal?” cecarku pada Dion.
                 “Aku tidak tau. Kenapa ibu tidak tanyakan langsung ke Kepala Sekolah atau ke Yayasan. Toh aku tidak mau tau dan tidak peduli.” Ucapnya. Dion pun beranjak dari tempatnya dan pergi meninggalkan perpustakaan.
 ### 
              Aku keliling perpustakaan memeriksa setiap lorong rak buku, termasuk gudang penyimpanan buku lama. Aku tidak mau kejadian tempo hari terulang lagi. “Oke, semua beres. Aku pastikan tidak ada yang terlewat.” Gumamku. Aku kunci pintu perpustakaan. Aku meninggalkan perpustakaan. Ku arahkan wajahku ke arah perpustakaan, sekalian mengecek takut ada yang terlupa. Tiba-tiba langkahku terhenti, di balik jendela aku melihat seorang siswi menatapku tajam. Siswi yang bernama Yessi, tetinggal lagi di perpustakaan. “Astaga!”batinku. Segera ku langkahkan kakiku kembali ke arah pintu perpustakaan.
             Aku buka pintu perpustakaan dan menunggu siswi itu di depan pintu perpus. “Kamu lagi, kenapa kau diam saja ketika aku menutup pintu. Seharusnya kau memberi tauku kalau kau masih di dalam. Cepat keluar, hari semakin sore!” ucapku pada siswi itu. Tidak ada tanda siswi itu akan menghampiriku. Dengan kesal aku yang menghampirinya. Aku berjalan menuju belakang perpustakaan, tempat aku melihatnya tadi. “Kok tidak ada orang, bukankah anak itu tadi di sini.” Ucapku pada diriku sendiri.
              “Tolong! Tolong! Tolong!”
               “Astaga, Yessi!” jeritku. Aku melihat Yessi terduduk di lantai pojok ruangan perpustakaan. Menahan sakit. Aku menghampiri Yessi. Tiba-tiba Yessi menatapku tajam, bukan tatapan mengiba, tapi seperti tatapan dendam. Yessi menangis, tapi bukan cairan bening yang keluar, melainkan darah yang terus keluar dari matanya. Aku tersentak kaget.
                  Perlahan aku berjalan mundur, menghindarinya. Tapi Yessi mengikutiku, ia merangkak dengan cepat. Melihat gerakkan Yessi yang cepat, aku berlari menuju pintu perpustakaan. “Astaga terkunci!” Yessi tiba-tiba sudah di hadapanku. Ia tersenyum, bagiku senyumnya itu menyeramkan.   
              “Kau akan menemaniku di sini!” ucapnya lirih. Aku panik, aku berlari menghindarinya.    
              Bruk! Arrggh! Aku menabrak rak buku. Rak buku itu jatuh.”Untung saja, kalau tidak pasti aku sudah…” ku buang pikiran itu jauh-jauh.
              Tiba-tiba kipas angin di ruangan perpustakaan menyala dengan kencang, aku melihat Yessi masih berdiri di depan pintu perpustakaan. Tapi mata Yessi ke arah kipas angin, ia mengendalikan kipas angin itu. Aku pun melihat kea rah kipas angin yang ditatap Yessi. Dengan secepat kilat kipas angin itu terbang ke arahku. Krek! Kepalaku terhempas dari tubuhku. “Jangan kau dekati Dionku.” Ucap Yessi lirih.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Halo,
Apakah Anda secara finansial turun? mendapatkan pinjaman sekarang dan bisnis Anda menghidupkan kembali, Kami adalah pemberi pinjaman dapat diandalkan dan kami memulai program pinjaman ini untuk memberantas kemiskinan dan menciptakan kesempatan bagi yang kurang istimewa untuk memungkinkan mereka membangun sendiri dan menghidupkan kembali bisnis mereka. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi kami melalui email: (gloryloanfirm@gmail.com). mengisi formulir Informasi Debitur berikut:

Nama lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan pinjaman: _____________
Nomor ponsel: ________

Email: gloryloanfirm@gmail.com ... silahkan mengajukan permohonan perusahaan yang sah.